Kejagung Akui Lalai Soal Cekal Yusril - Indonesia
Headlines News :
Home » » Kejagung Akui Lalai Soal Cekal Yusril

Kejagung Akui Lalai Soal Cekal Yusril

Written By Dre@ming Post on Rabu, 29 Juni 2011 | 06.47

Rabu, 29 Juni 2011 05:07 wib


JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui ada kelalaian dasar hukum yang digunakan untuk mencekal mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra. Mengingat, dasar hukum permohonan pencekalan yang digunakan Kejagung menggunakan UU yang sudah dicabut dan diyatakan tidak berlaku.


“Kalau dikatakan landasanya tidak benar, kita mengakui. Tapi sudah direvisi dengan UU yang baru. Ada kekeliruan yg dilakukan oleh tim, sehingga dalam copy paste ada kesalahan,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum)
Kejagung, Noor Rachmad saat ditemui di ruanganya, Selasa (28/6).


Sebelumnya diberitakan, pencekalan terhadap mantan Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra sudah dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas permohonan dari Kejaksaan Agung pada 26 Juni 2011. Namun, dasar hukum pencekalan Yusril yang digunakan Kejagung menggunakan dasar hukum yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Dalam surat cekal Nomor Kep-195/D/Dsp.3/06/2011, Jaksa Agung menggunakan UU No 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian yang sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan berlakunya UU No 6/2011 tentang Keimigrasian pada 5 Mei 2011. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya yang juga sudah tidak berlaku digunakan Jaksa Agung untuk mencekal Yusril selama setahun. Padahal, UU yang baru hanya memberi kewenangan kepada Jaksa Agung melakukan cekal maksimum 6 (enam) bulan saja.


Menurut Kapuspenkum, saat ini lembaganya sudah mengirimkan kembali revisi surat permohonan cekal atas nama Yusril ke Direktorat Jenderal Imigrasi sekitar pukul 12.20 WIB. Selanjutnya, ditindaklanjuti pihak Imigrasi untuk diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku. “Kan bisa diperbaiki. Karena di salah satu klausul di Kep-nya (JA) sendiri, apabila dikemudian hari ditemukan terdapat kekeliruan dapat diperbaiki sebagaimana mestinya. Sekarang sudah diperbaiki dan sudah dikirimkan kembali,” kata dia.


Noor Rachmad mengakui, dalam UU terbaru disebutkan enam bulan masa pencekalan dan bisa diperpanjang hingga satu tahun terhadap seseorang yang terindikasi tindak pidana korupsi. Namun, aturan serupa dalam Peraturan Pemerintah belum ada karena belum dibuat. “Jadi tidak mungkin dikosongkan karena belum ada PP yang baru. Makanya masih menggunakan PP lama tapi tetap merujuk pada UU terbaru,” paparnya.


Dalam kesempatan itu, pihak Kejagung juga sangat menyesalkan pernyataan Yusril yang menyebut Jaksa Agung Basrief Arief dengan kata-kata yang tidak pantas dan kasar. Dia mengimbau kepada Yusril agar meminta maaf dan mencabut kata-katanya. “Sebagai bawahan Jaksa Agung saya merasa tersinggung dengan pernyataan itu. Dia seorang yang berwibawa. Mudah-mudahan dia mau mencabut pernyataan itu,” jelasnya.


Sementara, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan Kejagung agar tidak merubah surat keputusan pencekalan dirinya yang nyata-nyata salah dan melawan hukum untuk menyesuaikannya dengan UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. “Kemarin saja Wajagung Darmono berkeras mengatakan bahwa keputusan cekal yang mereka buat sah, meskipun menggunakan  UU No 9 Tahun 1992, meskipun sudah dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi,” kata Yusril mengingatkan.


Menurut Yusril, jika Kejagung memaksakan diri mengubah, perubahan itu justru akan mencoreng bukan saja wajah Darmono, tetapi juga seluruh jajaran Kejagung  yang menunjukkan ketidakmampuan mereka menjalankan hukum. “Kalau suatu keputusan pejabat tata usaha negara telah menjadi sengketa di pengadilan, mereka tidak bisa mencabut SK itu seenaknya. Domain pencabutan kini sudah berada di tangan pengadilan,” tegas Yusril.


Yusril mengancam, jika Kejagung mengubah SK tersebut, pihaknya akan memperkarakannya kembali pencabutan SK tersebut di Pengadilan Negeri, yakni apakah tindakan perubahan itu bisa dibenarkan atau tidak menurut hukum. “Kalau Kejagung ngotot mau mengubah, itu menandakan kecerobohan dan kebodohan mereka sendiri,” ungkapnya.


Selain menggugat Jaksa Agung ke PTUN, Yusril juga melayangkan surat somasi kepada Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar. Yusril memperingatkan Patrialis,  dalam waktu 2x24 jam harus mencabut surat pelaksanaan cekal terhadap dirinya atas permintaan Jaksa Agung.  Apabila dalam tempo yang telah ditentukan itu Patrlalis tidak melaksanakan pencabutan, Yusril akan mengambil langkah hukum menuntut Menteri Hukum dan HAM itu baik pidana maupun perdata.


“Saya akan menuntut Menkum HAM melanggar Pasal 333 KUHP yakni dengan sengaja dan melawan hukum menghilangkan kemerdekaan orang,” kata Yusril. Selain itu, Yusril juga akan menggugat Patrialis ke pengadilan karena melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana diatur dalam  Pasal 1365 KUH Perdata.


“Patrialis saya somasi, karena berdasarkan ketentuan Pasal 94 ayat (5) UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, dia dapat menolak melaksanakan cekal karena tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh undang-undang. Namun, Patrialis malah berkeras mengatakan keputusan Jaksa Agung itu sah dan melaksanakannya,” paparnya.





Dre@ming Post______
sumber : okezone
Share this article :

Total Visitors


 
Support : Dre@ming Media | Dre@ming Post | I Wayan Arjawa, S.T.
Copyright © 2011. Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Excata Published by DLC
Proudly powered by Dre@ming Media