PLN Respon Pernyataan Rizal Ramli Terkait Mafia Token Listrik
PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merespons pernyataan Menko Kemaritiman Rizal Ramli soal mafia token listrik.
Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero) Benny Marbun melampirkan tulisan Faisal Basri, mantan Ketua Tim Reformasi dan Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas), ketika dikonfirmasi soal perhitungan tarif pulsa listrik.
Ketika ditanyakan perihal perhitungan dari PLN yang sama persis dengan perhitungan Faisal Basri, Benny pun menjawab dengan sigap.
"Data itu dari PLN, lalu diolah beliau (Faisal)," kata dia saat dihubungi lewat layanan pesan, Selasa (8/9/2015) dikutip dari kompas.com.
Namun, di dalamnya, Benny menjawab pertanyaan Faisal Basri.
Dalam blognya, Faisal Basri menanyakan mengapa Dirjen Kelistrikan dan Dirut PLN yang hadir pada pertemuan dengan Pak Menko (Rizal Ramli) diam saja.
"Itu karena memang rapat tersebut sama sekali tidak membahas tentang itu," jawab Benny.
Senin (7/9/2015) kemarin, dalam konfereni pers, Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik.
Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan pulsa listrik sistem prabayar sering kali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal.
Di luar tema
Pernyataan Menko Rizal memang bukan tema utama atau dengan kata lain di luar konteks bahasan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jarman dan Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir.
Topik utama yang dibahas dalam rapat koordinasi tersebut adalah mengenai proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW).
Dalam konferensi itu pula, Rizal menyebut bahwa target yang realistis untuk diselesaikan dalam lima tahun ke depan hanya sekitar 16.000 MW.
Apabila dipaksakan 35.000 MW, kata Rizal, PLN justru mengalami kesulitan finansial lantaran adanya excess power sebesar 21.000 MW.
Jangan Keliru, Ini Contoh Perhitungan Pembelian Pulsa Listrik Prabayar
Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli tentang pulsa (token) listrik prabayar, Senin (7/9/2015), menimbulkan tanda tanya di benak publik akan keabsahan pulsa listrik yang selama ini dibayar.
Apalagi Rizal ‘membumbui’ pernyataannya dengan menuding adanya ‘provider setengah mafia’. Sejumlah pihak pun mendesak PT PLN (Persero) untuk memberikan klarifikasi.
Dihubungi Kompas.com pada Selasa (8/9/2015) Kepala Divisi Niaga PLN Benny Marbun menjelaskan rincian pembelian token.
Benny mencontohkan, pembelian pulsa listrik untuk rumah tangga dengan daya 1.300 Volt Ampere (VA).
“Ada konsumen rumah tangga daya 1.300 VA membeli token Rp 100.000. Apa saja yang diperhitungkan dalam pembelian token tersebut?” kata Benny.
Pertama, biaya administrasi bank Rp 1.600, tergantung bank yang diakses. Ada yang mengendakan sampai Rp 2.000.
Kedua, biaya materai Rp 0 karena transaksinya hanya Rp 100.000.
Ketiga, pajak penerangan jalan (PPJ) dengan contoh DKI sebesar 2,4 persen dari tagihan listrik, berarti Rp 2.306.
“Ini yang membedarkan beli pulsa telpon dan beli pulsa listrik. Beli pulsa listrik ada PPJ,” kata Benny.
Dari ketiga komponen tersebut maka nominal yang diterima pelanggan sebesar Rp 96.094. Dengan harga listrik Rp 1.352 per kilowatt hour (kWh), maka pelanggan tersebut memperoleh listrik sebesar 71,08 kWh.
“Jadi, ketika membeli listrik Rp 100.000, dapatnya 71,08 kWh. Besaran kWh inilah yang dimasukkan ke meter. Bukan (berarti) Rp 71.000,” ucap Benny.
Alasan Dirut PLN Belum Mau Hapus Listrik Prabayar
JAKARTA - Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir mengakui adanya potongan administrasi untuk setiap pelanggan yang melakukan isi ulang pulsa listrik yang dikeluhkan Menko Maritim Rizal Ramli. Potongan administrasi itu dikenakan setiap pelanggan melakukan isi ulang.
Meski dinilai merugikan masyarakat, Sofyan belum mau menghapus listrik prabayar yang menggunakan pulsa tersebut. Alasannya, listrik yang menggunakan token pulsa masih dibutuhkan masyarakat.
"Ada keringanan pakai token, masyarakat jadi gampang sekali. Yang pakai token itu rakyat kecil," kata Sofyan di gedung DPR, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Sofyan mengatakan, untuk mereka yang memiliki rumah besar memang biasanya pakai listrik meteran. Menurutnya, belum ada keputusan kepada masyarakat yang akan pasang listrik baru harus pakai listrik meteran.
"Itu baru disampaikan usulannya, nggak jadi keputusan. Kalau keputusan harus dari kementerian terkait," tandasnya.
Sebelumnya, Menko Maritim Rizal Ramli meminta Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basyir untuk menetapkan biaya administrasi maksimal untuk pulsa listrik. Sebab, kata Rizal, masyarakat pelanggan pulsa listrik sistem prabayar sering kali mendapat pulsa listrik jauh lebih rendah daripada nominal yang dibeli.
"Mereka membeli pulsa Rp 100.000, ternyata listriknya hanya Rp 73.000. Kejam sekali, 27 persen kesedot oleh provider yang setengah mafia," kata Rizal saat konferensi pers di Jakarta, Senin (7/9/2015).
Menurut dia, keuntungan yang diraup provider pulsa listrik sangat besar. Rizal pun membandingkan dengan pulsa telepon seluler. Pertama, tidak seperti pulsa listrik, pulsa telepon dapat dibeli dengan mudah di mana pun.
"Kedua, kita beli pulsa isi Rp 100.000, kita hanya bayar Rp 95.000 karena itu kan uang muka. Provider bisa taruh uang mukanya di bank dan dapat bunga," ujar Rizal.
Selain soal mahalnya biaya administrasi untuk pulsa listrik, Rizal juga menyoroti kebijakan pulsa listrik itu sendiri. Menurut Rizal, hal tersebut disebabkan adanya monopoli di tubuh PLN.
"Di zaman dulu sampai sekarang, masyarakat itu diwajibkan pakai pulsa karena ada yang 'main' monopoli di PLN di masa lalu," kata Rizal.
"Itu kejam sekali karena ada keluarga yang anaknya masih belajar pukul delapan malam pulsa listriknya habis, padahal tidak semudah nyari pulsa telepon. Nyarinya susah," ujar dia.
Atas dasar itu, dia pun meminta dua hal kepada Sofyan Basyir. Pertama, PLN harus menyediakan masyarakat pilihan listrik meteran atau pulsa listrik. Kedua, biaya maksimal administrasi pulsa listrik Rp 5.000 sesuai dengan kesanggupan PLN. "Menurut saya, mohon segera dilakukan dua keputusan tadi," kata dia kepada Sofyan Basyir.
sumber : tribun