Jokowi: Saya yang Tentukan Cawapres, Ical Tak Mau Koalisi dengan PDIP - Indonesia
Headlines News :
Home » , , , , , , , » Jokowi: Saya yang Tentukan Cawapres, Ical Tak Mau Koalisi dengan PDIP

Jokowi: Saya yang Tentukan Cawapres, Ical Tak Mau Koalisi dengan PDIP

Written By Dre@ming Post on Kamis, 10 April 2014 | 07.28

Jokowi: Saya yang Tentukan Cawapres, Ical Tak Mau Koalisi dengan PDIP
Saling Puji dengan Jokowi, Ical Tetap Tak Mau Koalisi dengan PDIP

Jakarta - Ketum Golkar Aburizal Bakrie menegaskan tak akan berkoalisi dengan PDIP untuk Pilpres 2014. Sebab, Ical tak mau mengalah menjadi cawapres bagi capres PDIP.

"Karena mempunyai calon presiden masing-masing," ujar Ical di studio 5 Indosiar, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, Rabu (9/4/2014).

Ical menyadari Golkar harus berkoalisi agar dia tetap bisa maju nyapres. Namun dia tak ingin berkoalisi dengan PDIP yang telah memiliki capres sendiri.

Ical kemudian memberi penjelasan soal melesetnya target Golkar di Pemilu 2014. "Penyebabnya karena suara yang divergen, bukan konvergen," ujarnya.

Dia menjelaskan ada miskalkulasi terhadap jumlah peserta pemilu tahun 2014. Akibatnya penambahan jumlah peserta pemilu membuat suara terbagi lebih banyak.

"Karena suara divergensi kita pada prediksi kedua partai ini tidak sesuai dengan target yang ditentukan," terangnya.

"Setelah ditetapkan yang tadinya diprediksi 5 partai sekarang jadi 10 partai. Bisa memenuhi parlementiary threshold. Seperti itu," tambahnya.

Terkait soal Jokowi Effect, Ical mengakui ada pengaruh terhadap suara PDIP namun dirinya melihat tidak terlalu signifikan.

"Tapi ada divergensi suaranya terkejar, maka yang diharapkan PDIP dan Golkar itu akan tidak tercapai," ucapnya.

Ini Syarat Mendapat Boarding Pass ke Pilpres

Jakarta - Hasil hitung cepat (quick count) atas pemilihan anggota legislatif 2014 menunjukkan bahwa, tak ada satupun partai politik yang dominan. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai pemenang diperkirakan hanya memperoleh 19 persen suara.

Pemilu 2014 juga menghasilkan partai papan tengah. Seperti Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Nasional Demokrat.

Melihat hasil hitung cepat tersebut dipastikan tak ada partai politik yang bisa mengusulkan pasangan capres dan cawapresnya sendiri. Lalu seperti apa persyaratan sebuah partai bisa memiliki boarding pass untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres?

Soal boarding pass mengajukan pasangan capres dan cawapres diatur dalam Undang-undang nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Pada pasal 9 dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa, pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR, atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Persyaratan perolehan kursi disebut juga parlementary treshold. Partai atau gabungan partai politik bisa mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden bila berhasil mendapatkan 20 persen kursi di DPR atau sekitar 115 kursi.

Sementara angka 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu adalah presidential treshold. Besaran angka batasan ambang batas syarat pencalonan presiden dan wakil presiden ini pernah diujikan ke Mahkamah Konstitusi. Salah satunya diajukan oleh Yusril Ihza Mahendra.

Namun pada Kamis (20/3/2014) lalu Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut.

4 'Effect' Pendongkrak Parpol di Pileg 2014

Jakarta - Hasil penghitungan sementara hitung cepat (quick count) pemilihan legislatif yang digelar hari ini oleh beberapa lembaga survei memunculkan banyak kejutan baru. Sejumlah prediksi yang disebutkan lembaga-lembaga survei sebelumnya ada yang terkonfirmasi benar, namun ada juga yang jauh keliru.

Salah satu kejutan yang tergambar dalam quick count adalah hampir meratanya penyebaran suara yang diperoleh parpol, terutama parpol kelas menengah. Tiga parpol teratas tetap dipegang PDIP, Golkar, dan Gerindra. Namun PDIP berdasarkan quick count gagal menembus 25 persen suara. Meski meraup suara di bawah 20 persen, partai berlambang banteng moncong putih itu sebenarnya mengalami kenaikan 5 persen jika dibanding pemilu 2009 dengan raihan suara 14 persen.

Kejutan lain, melonjaknya suara Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Gerindra yang di pemilu 2009 sama-sama meraih 4 persen, namun di pemilu tahun ini keduanya diprediksi meraup suara di atas 9 persen. Sementara Partai Demokrat yang diprediksi survei makin terpuruk di pemilu kali ini akibat terjangan badai korupsi hingga di angka 6-7 persen, justru mampu bertahan di kisaran 10 persen.

Di atas fenomena-fenomena itu, ada faktor pengaruh ketokohan yang sepertinya mampu mempertahankan partai-partai tersebut hingga mampu bertahan dan meraih suara signifikan dalam pemilu kali ini. Prabowo effect, Jokowi effect, Rhoma effect, maupun SBY effect diyakini menjadi salah satu faktor Gerindra, PDIP, PKB dan Demokrat meraih 'keajaiban' dalam pileg.

1. Prabowo Effect sedikit," ujar Hanta.

Partai Gerindra berdasarkan quick count meraih suara antara 10-12 persen. Suara Gerindra melonjak tajam di atas 7 persen dibanding Pemilu 2009 yang hanya dapat 4,46 persen. sedikit," ujar Hanta.

Pengamat politik dari Pol Tracking Institute, Hanta Yuda, menilai faktor Prabowo menjadi penyebab utama terdongkraknya jumlah suara Gerindra. sedikit," ujar Hanta.

"Efek Prabowo ini. Elektabilitas Prabowo sebagai capres yang selalu tinggi selama ini membantu suara Gerindra dalam Pileg hari ini," kata Hanta kepada detikcom. Hanta menyebut peringkat Prabowo selama ini hanya di bawah capres dari PDIP Joko Widodo (Jokowi). sedikit," ujar Hanta.

Faktor penyebab yang kedua, ujar Hanta, Gerindra mendapat luberan suara dari masyarakat yang kecewa dengan Partai Demokrat yang berkuasa selama ini. Gerindra yang memposisikan diri sebagai oposisi mereguk keuntungan sekarang ini. sedikit," ujar Hanta.

Adapun faktor ketiga yang melambungkan suara Gerindra karena jumlah peserta Pemilu kali ini lebih sedikit dibanding tahun 2009 lalu. "Pemilu 2014 ini partainya kan lebih sedikit," ujar Hanta.

2. Jokowi Effect

Perolehan suara PDIP di berbagai quick count Pemilu 2014 tidak lebih dari 20 persen. Namun raihan suara ini lebih tinggi 5 persen dibanding Pemilu 2009. Meski gagal dengan tergetan suara, peningkatan suara PDIP ini diyakini juga dipengaruhi faktor Jokowi.

Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya menilai pencapresan Jokowi tetap mendongkrak suara PDIP meskipun tidak signifikan.

"Sebenarnya ada kenaikan biar bagaimanapun setelah deklarasi. Karena deklarasi jauh-jauh hari harusnya dilakukan untuk mengeksploitasi nama Jokowi. Tapi yang kita lihat setelah 14 Maret iklan masih diwarnai sosok Puan dan bukan sosok yang dijadikan elektoral," analisis Yunarto.

Jika PDIP terlambat memutuskan soal pencapresan Jokowi, boleh jadi peta suara raihan PDIP tidak akan signifikan.

3. Rhoma Effect

Perolehan suara PKB naik signifikan dibanding dengan hasil yang mereka raih pada Pemilu 2009. 5 Tahun lalu, PKB hanya meraih 4,94%.

Perolehan suara yang bisa dibilang dahsyat ini merupakan hasil kerja keras PKB mempersiapkan pertarungan di Pemilu 2014. PKB memang melakukan berbagai manuver yang sekarang terbukti ampuh.

Bila kembali disimak, partai yang dipimpin Cak Imin ini jauh-jauh hari sudah mendeklarasikan kandidat capres. Tak hanya satu, PKB menggaet sekaligus tiga kandidat capres. Yang digaet pun bukan nama-nama sembarangan, yaitu Jusuf Kalla, Mahfud MD dan Rhoma Irama. Nama terakhir menjadi magnet yang menyedot massa di berbagai kampanye PKB.

Direktur Eksekutif Political Communication (Polcomm) Institute Heri Budianto mengatakan kecerdasan dalam menggarap isu capres menjadi salah satu faktor yang mendorong PKB berhasil meraih suara tinggi.

"PKB mampu memainkan 3 tokoh yaitu Mahfud MD, Jusuf Kalla, dan Rhoma Irama. Ini kelebihan strategi PKB dalam menggarap isu capres," ujar Heri saat dihubungi detikcom, Rabu (9/4/2014).

Menurutnya, apa yang dilakukan PKB dari awal memang sudah menunjukkan strategi politik yang jitu dalam menggarap pemilih. Kemudian konsolidasi menjaga basis NU dan tetap melakukan komunikasi politik kepada para Kiai merupakan kelebihan Muhaimin Iskandar dalam mengelola PKB.

"Saya melihat PKB memang memiliki target pemilih yang tetap yakni NU, namun pandai juga mengelola pemilih lain dengan jualan JK, Mahfud, dan Rhoma," tuturnya.

Suara yang diperoleh PKB, Heri juga mengatakan, karena mendapat limpahan dari partai Islam lain seperti PKS dan juga Demokrat. Padahal PKB selama ini terstigmatisasi sebagai parpol Islam tradisional.

"Namun (cerdas) kemasan menjual 3 tokoh tersebut. Ini Rhoma effect juga sepertinya?" tuturnya.

4. SBY Effect

Partai Demokrat meraih suara di kisaran 10 persen di posisi ke empat setelah Gerindra. Menarik, partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini sebelumnya divonis lembaga-lembaga survei akan makin terpuruk mengingat berbagai kasus korupsi yang silih berganti menerpa para elitnya. Hingga sang ketua umum Demokrat ketika itu, Anas Urbaningrum pun tak lepas dari jeratan KPK.

Kasus korupsi yang menerpa daya tahan Partai Demokrat itu selama lebih dari setahun bahkan berdampak pada keutuhan dan soliditas internal. Angkanya, Demokrat diduga meraih suara 6-7 persen.

Namun hasil quick count lembaga survei hari ini menunjukkan hal sebaliknya. Partai berlambang bintang mercy itu masih mampu bertahan di peringkat keempat setelah Gerindra yang meraih suara di atas 10 persen.

Daya tahan Demokrat ini karena masih kuatnya kharisma SBY sebagai patron klien Partai Demokrat.

Soal Koalisi, NasDem: Dengan PDIP Kita Paling Cair

Jakarta - Partai NasDem belum mau terburu-buru menjajaki koalisi Pilpres dengan parpol lain. Tapi diakui komunikasi politik dengan PDI Perjuangan diakui cukup intens.

"Ketum kita pernah datang ke markas PDIP di Lenteng Agung. Relatif cair, sampai hari ini (partai) itu saja," kata Ketua Badan Pemenangan Pemilu NasDem Ferry Mursyidan Baldan saat dihubungi, Rabu (9/4/2014).

Namun Ferry menegaskan parpolnya membuka komunikasi dengan semua parpol. Koalisi yang ingin dibangun menurutnya harus didasarkan kesamaan agenda kebangsaan.

Penjajakan koalisi lanjut dia harus dilakukan parpol lain. NasDem tidak ingin proaktif sebagai pihak yang mengawali komunikasi politik.

"Kita menjalankan politik tahu diri, kita tidak proaktif. Masak kita yang tidak masuk 3 besar yang aktif? Yang aktif ya parpol 3 besar," sebutnya.

Jokowi: Kita Akan Lakukan Pertemuan Sebanyak-banyaknya dengan Parpol Lain

Jakarta - Usai Pileg, PDIP akan semakin gencar melakukan pertemuan dan komunikasi politik dengan parpol lain. Hal itu diakui oleh capres yang diusung PDIP, Joko Widodo (Jokowi).

"Kita akan mendukung sebanyak-banyaknya antar PDIP dengan semua partai dalam rangka menjalin kerjasama," ujar Jokowi usai bertandang ke studio TV Indosiar dan bertemu denga Ketum Golkar, Aburizal Bakrie (Ical), Jl Daan Mogot, Jakbar, Rabu (9/4/2014) malam.

Jokowi masih enggan untuk menggunakan istilah 'koalisi'. Dia lebih senang untuk menggunakan istilah 'kerjasama' antar parpol. Jokowi pun tak memungkiri jika nanti lolos menjadi eksekutif, kerjasama yang dilakukan antar parpol akan dilakukan, namun tidak berbicara masalah bagi-bagi kursi menteri.

"Kerjasama itu tidak didasarkan pada pembagian kursi menteri. Karena sistemnya presidensiil," kata Jokowi.

Sementara itu, dengan Ketum Golkar, Ical, Jokowi mengaku sudah sering melakukan pertemuan. Bahkan Ical sering bertemu Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri.

Saya kira platform kita sama. Platform partai sama. Sudah bertemu tidak sekali dua kali. Beliau juga sudah ketemu Bu Mega, dengan saya juga sudah," kata Jokowi.

Jokowi: Saya yang Tentukan Siapa Cawapresnya

Jakarta - Kriteria cawapres bagi Jokowi saat ini sedang dibahas di internal PDIP. Capres PDIP ini menegaskan bahwa calon pendampingnya akan diputuskan sendiri oleh dirinya.

Pembahasan soal cawapres ini sudah beberapa kali dilakukan oleh Jokowi dengan Megawati. Pembahasan soal cawapres ini akan terus berlangsung.

"Saya sudah bukan sekali dua kali dengan Bu Ketum. Didahului dengan kriteria, muncul beberapa nama, kemudian dikerucutkan hingga tiga nama," kata Jokowi di posko pemenangannya, Jl Cemara, Jakarta, Rabu (9/4/2014).

Setelah ada beberapa nama kandidat, lanjut Jokowi, barulah dia sendiri yang akan memutuskan.

"Terakhir saya yang menentukan," kata Jokowi.

Kejutan Serba Dua Pasca Pileg 2014

Jakarta - Proses penghitungan suara pemilihan legislatif sedang berlangsung. Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan mengumumkan hasil pemilihan legislatif pada tiga pekan mendatang. Namun dari penghitungan cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei, urutan pemenang pemilu sudah dapat terlihat.

1. Turun Karena Terpaan Isu Korupsi

Dua partai politik mengalami penurunan suara berdasarkan hitung cepat, yakni PKS yang meraih 6,90 persen dan Partai Demokrat 10 persen. Pada pemilu 2009, PKS meraih suara 7,88 persen. Sementara Demokrat 20,85 persen.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titik Anggraini mengatakan turunnya elektabilitas kedua parpol tersebut tak bisa dilepas dari rekam jejak oknum kader yang terjerat kasus hukum. Ditambah tahun-tahun menjelang Pemilu 2014, masyarakat Indonesia semakin melek politik.

"Kayak PKS dan Demokrat. Kalau PKB dan PPP tampaknya hasil sementara ini menunjukkan kenaikan suara," kata Titik di gedung RRI, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (9/4/2014).

"Isu-isu sosial dan politik yang berkembang di tahun terakhir sangat berkontribusi pada persepsi masyarakat terhadap parpol dan calon. Lalu kualitas calon ketika berkampanye dan menjangkau pemilih, dua hal itu paling berpengaruh," ujarnya.

Namun dampak terbesar adalah isu anti korupsi yang menjerat tokoh-tokoh parpol dari PKS dan Demokrat. Sehingga kedua parpol yang menguasai senayan dua periode ini cenderung jatuh.

"Khusus Demokrat, ini prediksinya di atas survei sebelumnya yang memprediksi lebih rendah. Tapi mengapa suara Demokrat agak lebih tinggi sedikit? Karena ada caleg-caleg yang di lapangan bekerja keras, jadi mereka di atas 9 persen," tutup Titik.

2. Dua Partai Melonjak

Dalam hitung cepat yang dilakukan CSIS-Cyrus, PKB meraih suara 9,20 persen. Ada dua hal menarik dari partai yang berbasiskan kaum nahdliyin ini. Pertama, partai yang semula besutan almarhum KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ini mampu melampaui parpol-parpol Islam lainnya.

Kejutan kedua, parpol berlambang 9 bintang yang mengelilingi bola dunia itu juga mampu terdongkrak suaranya dari 4,94 persen pada pemilu 2009 menjadi 9,50 persen.

Kenaikan sekitar 5 persen suara PKB ini tentu menarik untuk dianalisa. Sebab dalam kurun lima tahun belakangan ini, partai pimpinan Muhaimin Iskandar ini tak sepi dilanda konflik internal. Bahkan dalam masa kampanye lalu, PKB digugat keluarga Gus Dur. Dari manakah limpahan suara PKB?

Partai fenomenal lainnya, Partai Gerindra. Partai yang sudah mencapreskan Prabowo Subianto ini pun meraih suara yang tak kalah besarnya dibanding PKB. Pada Pemilu 2009, partai berlambang kepala Garuda ini meraih suara 4,64 persen. Namun dalam hitung cepat CSIS-Cyrus dan beberapa lembaga survei lainnya, Gerindra mampu meraup suara hingga kisaran 11 persen. Kenaikan signifikan suara Gerindra tak lepas dari pengaruh sosok Prabowo Subianto (Prabowo Effect).

Kedua parpol ini juga memiliki kursi yang sama di DPR. PKB dengan 27 kursi, sementara Gerindra 26 kursi. Bedanya, PKB memilih merapat pada koalisi pemerintah. Sementara Gerindra memposisikan diri sebagai oposisi.

Selain PKB dan Gerindra, Partai NasDem sebagai partai baru sebenarnya juga mendapatkan suara yang signifikan dengan suara sekitar 6,90 persen.

3. Berujung Ancaman Munaslub 2 Parpol

Penghitungan hitung cepat (quick count) oleh lembaga survei bukanlah pengumuman akhir dan resmi. Namun hasil sementara dari hitung cepat ini justru membuat soliditas Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terancam pecah.

Perolehan suara sementara Partai Golkar sekitar 14,30 persen, mendorong partai pohon beringin itu harus mengevaluasi kembali pencapresan Aburizal Bakrie (Ical). Pasalnya, dalam survei terakhir elektabilitas ketua umum Partai Golkar itu berada di bawah elektabilitas Golkar yakni sekitar 11 persen.

Wacana munaslub yang sempat mencuat pra pileg dapat kembali menguat karena Golkar harus segera memutuskan sikap politik untuk berkoalisi dengan parpol lain. Penentuan pasangan koalisi Golkar akan mempengaruhi posisi Ical yang sudah ditetapkan sebagai capres, bukan cawapres.

Selain Golkar, PPP mengalami problem yang sama. Sikap Ketua Umum PPP Suryadharma Ali yang menghadiri kampanye akbar Gerindra di GBK belakangan memicu protes elit PPP lainnya. Kritik terhadap sikap Suryadharma menguat menyusul hasil hitung cepan PPP yang buruk.

Waketum PPP Emron Pangkapi dan Waketum PPP lainnya, Suharso Monoarfa memunculkan wacana penggulingan terhadap Suryadharma Ali.

"Anda-andai, apa yang dilakukan Ketua Umum dengan datang ke GBK tidak dilakukan, suara PPP akan lebih bagus," kata Suharso kepada detikcom, Rabu (9/4/2014).

Suharso yakin hal yang diungkapkan Emron mewakili suara kader-kader PPP di daerah. Sebab, Emron adalah Waketum PPP bidang internal yang banyak berinteraksi dengan Dewan Pimpinan Cabang PPP di daerah.

"Dengan dia datang ke acara Gerindra, seakan-akan PPP tersubordinasi oleh Partai Gerindra, sehingga pejuang-pejuang di bawah itu kehilangan arah, kok ketua umumnya begini," ujarnya.

Suharso juga menyoroti pernyataan Suryadharma yang menyatakan tak perlu izin elite PPP untuk hadir ke kampanye Gerindra. "Saya pikir konteksnya beda, karena kita sedang berkampanye, gerindra sedang berkampanye, tidak pada tempatnya dia mengatakan hidup Prabowo," ujarnya.

Oleh karenanya, Suharso mendukung manuver Suryadharma merapat ke Gerindra dibahas di rapat pleno. Apakah mungkin Suryadharma digulingkan?

"Itu bisa saja, melalui Munaslub," pungkasnya.



sumber : detik
Share this article :

Total Visitors


 
Support : Dre@ming Media | Dre@ming Post | I Wayan Arjawa, S.T.
Copyright © 2011. Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Excata Published by DLC
Proudly powered by Dre@ming Media