Tarif sejumlah pekerja komersial seks (PSK) yang diamankan oleh jajaran satuan Sabhara Polresta Denpasar berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu. Gbr Ist |
SINGARAJA - Kapolda Bali, Irjen Pol Ronny Franky Sompie mengatakan, peluang Bali untuk menjadi tempat aktivitas prostitusi sangat besar.
Mengingat Bali selama ini dikenal sebagai daerah pariwisata yang tidak hanya menawarkan panorama alam yang indah saja, tetapi juga sarana akomodasi wisata seperti hotel, vila, dan tempat penginapan lain.
Terlebih kini bisnis prostitusi mengalami perkembangan dan perubahan seiring berkembangnya teknologi.
Pekerja Seks Komersial (PSK) tidak hanya dilokalisir dalam satu tempat tertentu, kini mereka sudah bisa dipesan secara online dengan memanfaatkan akses internet dan gadget.
Dikatakan, Bali bisa menjadi lokasi eksekusi dalam praktik prostitusi online karena situasi dan kondisi yang sangat mendukung.
Mereka yang sudah mencapai kesepakatan dalam transaksi online bisa bertemu di Bali dan memesan penginapan yang banyak disediakan.
“Bali bisa menjadi lokasi eksekusi, karena di sini merupakan tempat wisata. Banyak hotel dan vila yang disediakan,” katanya di Mapolres Buleleng, Kamis (14/5/2015).
Ronny menambahkan, tidak mudah untuk mencegah praktik prostitusi di penginapan.
Menurutnya, perlu peran serta pelaku wisata dan masyarakat jika dianggap prostitusi di Bali merugikan dan berdampak buruk bagi pariwisata.
“Sekarang apa tahu, perempuan yang diajak ke hotel atau vila itu istrinya? Apa wajar kita mengeceknya? Apa praktik seperti itu merugikan wisata kita? Ini menjadi pertimbangan kami semua. Kami tidak bisa melakukan sendiri. Hotel dan vila mereka punya manajemen, kalau praktik seperti itu dianggap menggangu pariwisata, mereka bersama masyarakat bisa membantu untuk mencegahnya, karena masyarakat yang lebih paham,” kata Ronny.
Dikatakan, pelaku kejahatan termasuk prostitusi yang menjadi bagian dari human traficking, terus berimprovisasi mengembangkan tindak kejahatannya.
Hal ini dilakukan mencari celah hukum. Menurutnya, pencegahan lebih penting daripada penegakan hukum.
“Namanya pelaku kejahatan selalu berimprovisasi untuk memanfaatkan celah. Modus operandinya berubah sesuai celah yang kami berikan. Terpenting bagaimana melakukan pencegahan. Kalau penegakan hukum itu mudah, kalau semua tertangkap kita sudah lakukan penegakan hukum, tetapi apakah penegakan hukum itu bisa membuat mereka jera? Tidak,” tandasnya.
Sementara itu, sebanyak 52 pekerja seks komersial (PSK) diamankan oleh jajaran Sabhara dari Polresta Denpasar, tadi malam.
Kasat Sabhara Polresta Denpasar Kompol I Wayan Sarjana mengatakan, sebanyak 52 pekerja seks komersial dijaring di sebuah tempat porstitusi ilegal di Jalan Gunung Lawu, Kuta Selatan, Badung, Bali.
"Mereka kami amankan, ke 52 pekerja seks komersial ini berasal dari satu tempat," ujarnya.
Kata dia, penangkapan ini merupakan bagian dari operasi cipta kondisi yang disesuaikan dengan program 100 hari Kapolri.
"Semua disesuaikan, yang jelas ini merupakan bagian dari program Polresta untuk memberantas penyakit masyarakat," katanya.
Tarif sejumlah pekerja komersial seks (PSK) yang diamankan oleh jajaran satuan Sabhara Polresta Denpasar berkisar Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu.
Hal ini dikatakan oleh seorang pekerja seks komersial yang berinisial PF (26). Ia mengatakan untuk sekali kencan mematok harga sekitar Rp 100 ribu.
"Ya Rp 100 ribu sekali main. Kadang kalau sepi ya Rp 150 ribu. Saya biasa nongkrong di lokalisasi dari pukul 20.00 Wita hingga pagi hari," ucapnya.
sumber : tribun