Senin, 26/09/2011 15:09
Jakarta - Bom yang meledak di Solo hanya berjarak 5 bulan dari aksi serupa di Cirebon. Patut diperhatikan rentetan aksi yang hanya dalam hitungan bulan. Yang penting juga diwaspadai jaringan ini begitu cepat merekrut pengebom bunuh diri atau 'pengantin'.
"Ini hanya 5 bulan, bom Cirebon April dan sekarang ini Solo Septemner. Ini dalam waktu 5 bulan mampu menciptakan 1 pengantin," kata pemerhati terorisme Noor Huda Ismail saat dihubungi detikcom, Senin (26/9/2011).
Pemerintah harus segera mencari tahu penyebabnya. Namun bila diurut sebenarnya akar persoalan tidak jauh dari bara konflik
berbalut agama di sejumlah wilayah.
berbalut agama di sejumlah wilayah.
"Pemantiknya kasus Ambon yang juga belum bisa diselesaikan," terang Noor Huda.
Karena itu dia berharap, pemerintah bisa segera menyelesaikan sisa-sisa konflik ini dengan tuntas. Banyak orang dari kelompok pelaku yang melihat orang Islam masih belum diberi keadilan.
"Yang paling penting, ini banyak orang yang niatnya jihad sudah mau ke ubun-ubun, dan pemerintah masih melihat konflik-konflik di Ambon, dianggap sebagai kriminal biasa. Sebetulnya harus ada penegakan hukum di daerah konflik. Penyelesaian konflik selama ini tidak tuntas," tutur Noor Huda.
Bom meledak di Gereja di Kepunton Solo pada Minggu (25/9) siang. Pelaku yang melakukan bom bunuh diri tewas di tempat, sejumlah jemaat gereja mengalami luka-luka.
Sedang ledakan di Cirebon terjadi pada April lalu. M Syarif melakukan aksi bom bunuh diri di masjid di Mapolresta Cirebon saat hendak salat Jumat. Syarif tewas dan motifnya diduga sebagai balas dendam terhadap kepolisian.
sumber : detik